Berita Telematika Yang Berkaitan Dengan Komputer
Bisnis e-Commerce
Tumbuh Pesat di Luar Jakarta
Jakarta
- Jakarta tak lagi jadi andalan utama pasar bisnis e-commerce di Indonesia. Kini pasar jual
beli online di negeri ini sudah melebar dan tumbuh pesat di luar ibukota.
Rakuten mencatat, trafik pengunjung e-commerce dari Jakarta ke situs Rakuten Indonesia sudah tak lagi sedominan dulu. Jika dua tahun lalu 90% trafik Rakuten berasal dari pengguna di Jakarta, maka tahun ini jumlah persentasenya jadi 25%.
"Pasalnya, trafik di luar Jakarta yang tadinya cuma 10% naik jadi 75%. Sekarang pengunjung Rakuten didominasi dari luar Jakarta," kata Ryota Inaba, President Director Rakuten Belanja Online di Grand Hyatt, Jakarta, Rabu (13/11/2013).
Itu sebabnya, Rakuten kini gencar untuk membuka lahan baru di luar Jakarta. Tak tanggung-tanggung, daerah yang diincar untuk dikembangkan merupakan daerah yang bisa dibilang minim akses koneksi internet. Seperti daerah Wamena di Papua, misalnya.
Lewat program corporate social responsibilty yang dinamakan Hope, Rakuten coba membuka lahan baru untuk bisnisnya sekaligus mengedukasi warga setempat akan manfaat e-commerce. Tentunya dengan segala kemudahan dan fasilitas yang ditawarkan.
Sejak dua bulan lalu, Rakuten bersama mitra logistiknya, Caraka Group, mulai intens memberi perhatian terhadap produk kerajinan tangan dan produk tradisional dari Wamena.
"Kami ingin membuat proses pengiriman barang dari dan ke luar Papua menjadi mudah dan murah," kata Ryota.
Rakuten mencatat, trafik pengunjung e-commerce dari Jakarta ke situs Rakuten Indonesia sudah tak lagi sedominan dulu. Jika dua tahun lalu 90% trafik Rakuten berasal dari pengguna di Jakarta, maka tahun ini jumlah persentasenya jadi 25%.
"Pasalnya, trafik di luar Jakarta yang tadinya cuma 10% naik jadi 75%. Sekarang pengunjung Rakuten didominasi dari luar Jakarta," kata Ryota Inaba, President Director Rakuten Belanja Online di Grand Hyatt, Jakarta, Rabu (13/11/2013).
Itu sebabnya, Rakuten kini gencar untuk membuka lahan baru di luar Jakarta. Tak tanggung-tanggung, daerah yang diincar untuk dikembangkan merupakan daerah yang bisa dibilang minim akses koneksi internet. Seperti daerah Wamena di Papua, misalnya.
Lewat program corporate social responsibilty yang dinamakan Hope, Rakuten coba membuka lahan baru untuk bisnisnya sekaligus mengedukasi warga setempat akan manfaat e-commerce. Tentunya dengan segala kemudahan dan fasilitas yang ditawarkan.
Sejak dua bulan lalu, Rakuten bersama mitra logistiknya, Caraka Group, mulai intens memberi perhatian terhadap produk kerajinan tangan dan produk tradisional dari Wamena.
"Kami ingin membuat proses pengiriman barang dari dan ke luar Papua menjadi mudah dan murah," kata Ryota.
Proyek ini merangkul industri lokal seperti perajin batik,
koteka, pembuat kopi, dan sebagainya. Rakuten merangkul pelaku UKM di Wamena
untuk memanfaatkan internet dalam menjual produknya.
Meskipun akses internet di Wamena terbilang sulit dan lambat, namun menurut Ryota, tidak sedikit perajin di sana yang mulai memanfaatkan internet untuk berjualan.
"Ini adalah kesempatan Rakuten untuk mengedukasi pasar dan menjalin kerjasama dengan pebisnis di Papua,” terangnya.
CEO Caraka Group Rocky J Pesik, menjelaskan dalam sehari bisa ada empat sampai lima penerbangan logistik ke dalam dan ke luar Papua. Sekali penerbangan pesawat bisa mengangkut 12 ton barang.
"Jika saat pergi barang yang dikirim banyak atau penuh dan saat bali juga penuh, maka ongkos kirim yang ditanggung konsumen bisa murah,” jelas Rocky.
Rakuten sendiri mengalami pertumbuhan pesat di tahun ini. Pada kuartal tiga 2013, pesanan yang dibayar di Rakuten tumbuh sebanyak 165,6% dari tahun ke tahun. Gross merchant sales (GMS) yang dibayar juga tumbuh 104,2%, sementara convertion rate (CVR) tumbuh 58,6%.
Jumlah produk dan varian yang ada di Rakuten Indonesia saat ini lebih dari 500 ribu dan telah bermitra dengan 500 merchant.
Rakuten didirikan pada 1997 dan berkantor pusat di Tokyo, Jepang. Perusahaan yang go public pada 19 April 2000 ini, sekarang memiliki 10 ribu karyawan di seluruh dunia.
Meskipun akses internet di Wamena terbilang sulit dan lambat, namun menurut Ryota, tidak sedikit perajin di sana yang mulai memanfaatkan internet untuk berjualan.
"Ini adalah kesempatan Rakuten untuk mengedukasi pasar dan menjalin kerjasama dengan pebisnis di Papua,” terangnya.
CEO Caraka Group Rocky J Pesik, menjelaskan dalam sehari bisa ada empat sampai lima penerbangan logistik ke dalam dan ke luar Papua. Sekali penerbangan pesawat bisa mengangkut 12 ton barang.
"Jika saat pergi barang yang dikirim banyak atau penuh dan saat bali juga penuh, maka ongkos kirim yang ditanggung konsumen bisa murah,” jelas Rocky.
Rakuten sendiri mengalami pertumbuhan pesat di tahun ini. Pada kuartal tiga 2013, pesanan yang dibayar di Rakuten tumbuh sebanyak 165,6% dari tahun ke tahun. Gross merchant sales (GMS) yang dibayar juga tumbuh 104,2%, sementara convertion rate (CVR) tumbuh 58,6%.
Jumlah produk dan varian yang ada di Rakuten Indonesia saat ini lebih dari 500 ribu dan telah bermitra dengan 500 merchant.
Rakuten didirikan pada 1997 dan berkantor pusat di Tokyo, Jepang. Perusahaan yang go public pada 19 April 2000 ini, sekarang memiliki 10 ribu karyawan di seluruh dunia.
Referensi:
- http://inet.detik.com/read/2013/11/13/184445/2412300/398/1/bisnis-e-commerce-tumbuh-pesat-di-luar-jakarta
- http://inet.detik.com/read/2013/11/13/184445/2412300/398/2/bisnis-e-commerce-tumbuh-pesat-di-luar-jakarta
Tren Perkembangan Telematika Saat Ini
Setelah kita bahas definisi telematika dan hubungannya
dengan teknologi informasi, serta perkembangan telekomunikasi di Indonesia,
sekarang ane mau ngebahas tentang tren perkembangan telematika saat ini.
Berikut beberapa teknologi di antaranya:
·
E-government
E-goverment dihadirkan
dengan maksud untuk administrasi pemerintahan secara elektronik. Di Indonesia
ini, sudah ada suatu badan yang mengurusi tentang telematika, yaitu Tim
Koordinasi TelematikaIndonesia (TKTI). TKTI mempunyai tugas mengkoordinasikan
perencanaan dan mempelopori program aksi daninisiatif untuk menigkatkan
perkembangan dan pendayagunaan teknologi telematika di Indonesia,
sertamemfasilitasi dan memantau pelaksanaannya.
Dengan e-goverment,
pemerintah dapat menjalankan fungsinya melalui sarana internetyang tujuannya
adalah memberi pelayanan kepada publik secara transparan sekaliguslebih mudah,
dan dapat diakses (dibaca) oleh komputer dari mana saja.
E-goverment juga
dimaksudkan untuk peningkatan interaksi, tidak hanya antarapemerintah dan masyarakat,
tetapi juga antar sesama unsur pemerintah dalam lingkupnasional, bahkan
intrernasional.
Isi informasi dalam
e-goverment, antara lain adalah profil wilayah atau instansi, datastatistik,
surat keputusan, dan bentuk interaktif lainnya
·
E-Commerce
Prinsip e-commerce
tetap pada transaksi jual beli. Semua proses transaksi perdagangandilakukan
secara elektronik.
Luasnya wilayah
e-commerce ini, bahkan dapat meliputi perdagangan internasional,menyangkut
regulasi, pengiriman perangkat lunak (soft ware), perbankan, perpajakan,dan
banyak lagi.E-commerce juga memiliki istilah lain, yakni e-bussines
·
E-Learning
Globalisasi telah
menghasilkan pergeseran dalam dunia pendidikan, daripendidikan tatap muka yang
konvensional ke arah pendidikan yang lebihterbuka.
Di Indonesia sudah
berkembang pendidikan terbuka dengan modus belajar jarah jauh (distance
lesrning) dengan media internet berbasis web atau situs.
Melihat hasil perolehan
belajar berupa nilai secara online, mengecek jadwalkuliah, dan mengirim naskah
tugas, dapat dilakukan.
Kenyataan tersebut
dapat dimungkinkan dengan adanya teknologi telematika,yang dapat menghubungkan
guru dengan muridnya, dan mahasiswa dengandosennya.
Web bernuansa
pendidikan non-institusi, perpustakaan online, dan interaksidalam group, juga
sangatlah mendukung.
Banyak yang
sudah mengadopsi perkembangan telematika, beberapa contoh diantaranya adalah:
- Chatting
- Jejaring Sosial
- Berbagi Media
- Blog dan Microblog
- Jaringan Video dan Musik, dll
Referensi:
- http://www.scribd.com/doc/42655485/Teknologi-Telematika-Format-Ppt
- http://budi.insan.co.id/presentation/IT-unpar-update-ppt.ppt
Sejarah Perkembangan Telematika Di Indonesia
Peristiwa
proklamasi 1945 membawa perubahan yang bagi masyarakat Indonesia, dan
sekaligus
menempatkannya pada situasi krisis jati diri. Krisis ini terjadi karena
Indonesia
sebagai sebuah
negara belum memiliki perangkat sosial, hukum, dan tradisi yang mapan.
Situasi itu
menjadi ‘bahan bakar’ bagi upaya-upaya pembangunan karakter bangsa di tahun
50-an dan 60-an.
Di awal 70-an, ketika kepemimpinan soeharto, orientasi pembangunan
bangsa digeser
ke arah ekonomi, sementara proses – proses yang dirintis sejak tahun 50-an
belum mencapai
tingkat kematangan.
Dalam
latar belakang sosial demikianlah telekomunikasi dan informasi, mulai dari
radio, telegrap,
dan telepon, televisi, satelit telekomunikasi, hingga ke internet dan perangkat
multimedia
tampil dan berkembang di Indonesia. Perkembangan telematika penulis dibagi
menjadi 2 masa
yaitu masa sebelum atau pra satelit dan masa satelit.
a) Masa
Pra-Satelit
·
Radio dan Telepon
Di
periode pra satelit (sebelum tahun 1976), perkembangan teknologi komunikasi di Indonesia masih terbatas pada
bidang telepon dan radio. Radio Republik Indonesia (RRI) lahir dengan di dorong oleh
kebutuhan yang mendesak akan adanya alat
perjuangan
di masa revolusi kemerdekaan tahun 1945, dengan menggunakan perangkat keras seadanya. Dalam
situasi demikian ini para pendiri RRI
melangsungkan
pertemuan pada tanggal 11 September 1945 untuk merumuskan jati diri keberadaan RRI sebagai sarana
komunikasi antara pemerintah dengan rakyat, dan antara
rakyat dengan rakyat.
Sedangkan telepon pada masa itu
tidak terlalu penting sehingga anggaran pemerintah untuk membangun telekomunikasi pun
masih kecil jumlahnya. Saat itu, telepon
dikelola
oleh PTT (Perusahaan Telepon dan Telegrap) saja. Sampai pergantian rezim dari Orla ke Orba di tahun 1965,
RRI merupakan operator tunggal siaran radio di Indonesia.
Setelah itu bermunculan radio – radio siaran swasta. Lima tahun kemudian muncul PP NO. 55 tahun 1970 yang
mengatur tentang radio siaran non pemerintah.
Periode
awal tahun 1960-an merupakan masa suram bagi pertelekomunikasian Indonesia, para ahli teknologi
masih menggeluti teknologi sederhana dan “kuno”. Misalnya
saja, PTT masih menggunakan sentral-sentral telepon yang manual, teknik radio High Frequency ataupun
saluran kawat terbuka (Open Were Lines). Pada masa itu, banyak negara pemberi dana
untuk Indonesia – termasuk pendana untuk
pengembangan
telekomunikasi, menghentikan bantuannya. Hal itu karena semakin memburuknya situasi dan kondisi
ekonomi dan politi di Indonesia.
Tercatat
bahwa pada masa 1960-1967, hanya Jerman saja yang masih bersikap setia dan menaruh perhatian besar pada
bidang telekomunikasi Indonesia, dan
menyediakan
dana walau di masa-masa sulit sekalipun. Ketika itu pengembangan telekomunikasi masih difokuskan pada
pengadaan sentra telepon, baik untuk
komunikasi
lokal maupun jarak jauh, dan jaringan kabel. Indonesia saat itu belum memiliki satelit. Sentral telepon
beserta perlengkapan hubungan jarak jauh ini
diperoleh
dari Jerman. Pada saat itu, Indonesia hanya dapat membeli produk yang sama, dari perusahaan yang sama,
yakni Perusahaan Jerman. Tidak ada pilihan lain bagi
Indonesia.
Keleluasaan
barulah bisa dirasakan setelah di tahun 1967/1968 mengalir pinjaman-pinjaman ke Indonesia, baik bilateral
ataupun pinjaman multilateral dari Bank Dunia, melalui
pinjaman yang disepakati IGGI. Akan tetapi, pada masa inipun inovasi dalam pemfungsian teknologi
telekomunikasi masih belum berkembang dengan baik di negeri ini. Peda dasarnya kita
memberi dan memakai perlengkapan seperti switches, cables, carries yang sudah lazim
kita pakai sebelumnya.
·
Televisi
Badan
penyiaran televisi lahir tahun 1962 sebelum adanya satelit yang semula hanya dimaksudkan sebagai
perlengkapan bagi penyelenggara Asian Games IV di Jakarta.
Siaran percobaan pertama kali terjadi pada 17 Agustus 1962 yang menyiarkan upacara peringatan kemerdekaan RI
dari Istana Merdeka melalui microwave. Dan
pada
tanggal 24 Agustus 1962, TVRI bisa menyiarkan upacara pembukaan Asian Games, dan tanggal itu dinyatakan
sebagai hari jadi TVRI.
Terdorong
oleh inovasi, akhirnya pada tanggal 14 November 1962 untuk pertama kalinya TVRI memberanikan diri
melakukan siaran langsung dari studio yang
berukuran
9x11 meter dan tanpa akustik yang memadai. Acaranya terbatas, hanya berupa permainan piano tunggal oleh
B.J. Supriadi dengan pengaruh acara Alex Leo.
Lebih
setahun setelah siaran pertama, barulah keberadaan TVRI dijelaskan dengan pembentukan Yayasan TVRI melalui
Keppres No. 215/1963 tertanggal 20 oktober
1963.
Antara lain disebutkan bahwa TVRI menjadi alat hubungan masyarakat (mass communication
media) dalam pembangunan mental/spiritual dan fisik daripada Bangsa dan Negara Indonesia serta
pembentukan manusia sosialis Indonesia pada
khususnya.
Sampai
tahun 1989, TVRI merupakan operator tunggal di bidang penyiaran televise. Jadi sebelum satelit palapa
mengorbit, Indonesia hanya mengenal telekomunikasi yang bersifat terestrial, yakni
yang jangkauannya masih dibatasi oleh lautan. Telekomunikasi
seperti ini tidak bisa menjangkau pulau-pulau kecuali melalui penggunaan SKKL (Saluran Komunikasi
Kabel Laut) yang mahal dan sulit
dipergunakan.
b) Masa
Satelit
·
Satelit Domestik Palapa
Gagasan
tentang peluncuran satelit bagi telekomunikasi domestik di Indonesia bisa ditelusuri asal muasalnya dari sebuah
konferensi di Janewa tahun 1971 yang disebut
WARCST
(World Administrative Radio Confrence on Space Telecomunication).
Pada
konferensi itu di tampilkan pila pameran dari perusahaan raksasa pesawat terbang Hughes. Perusahaan inilah
yang mengusulkan ide pemanfaatan satelit bagi kepentingan
domestik Indonesia. Hal tersebut disambut oleh Suhardjono yang berlatar belakang militer dan membawa
masalah satelit itu sampai ke Presiden RI.
Selain
pertimbangan kelayakan ekonomi dan teknis, sejarah peluncuran satelit ini juga diwarnai oleh kepentingan politik
dimana hubungan antara Indonesia dengan negara-negara lain sudah mulai bersahabat. Di
sisi lain, satelit memungkinkan penyebaran
luas
ideologi negara ke masyarakat luas melalui TV, satelit juga menguntungkan secara ekonomi.
Komunikasi
tentang cara-cara menggali sumber daya alam dapat berlangsung dengan mudah. Ini berlaku untuk kasus
tembaga pura (Freeport) dan di Dili. Peluncuran satelit
Palapa di Cape Canaveral, Florida, bulan Agustus 1976 pada panel peluncuran terdapat 3 orang Indonesia dan
perwakilan dari perusahaan NASA dan Hughes.
Kejadian
ini diresmikan juga melalui pidato kenegaraan oleh presiden Soeharto di Jakarta, tanggal 16 Agustus 1976.
ini merupakan satu- satunya proyek teknologi
yang mendapat tempat terhormat di gedung
Parlemen. Namun peluncuran satelit
itu merupakan kebijakan nasional yang gagasan
awalnya dicetuskan oleh pemerintah.
Hal
ini didasarkan pada pertimbangan bahwa Indonesia pernah mengalami ancaman perpecahan. Untuk mempersatukan
tanah air yang sangat luas ini diperlukan sarana perhubungan
yang mencakup seluruh wilayah nusantara. Proses kelahiran satelit ini hanya melibatkan sedikit teknokrat
dan teknolog yang berpihak pada kepentingan
Orba.
·
Dampak Setelah Adanya Satelit
Palapa
Dengan
semakin bergantungnya Indonesia pada teknologi satelit, muncullah sejumlah perusahaan yang bergerak dalam
produksi perlengkapan terkait, seperti RFC (milik Iskandar
Alisjahbana), LEN (milik Kayatmo), PT. INTI. Setelah periode itu, aspek bisnis di dunia telekomunikasi
mencuat. Inovasi lebih banyak terjadi pada penyediaan layanan, sementara pengembangan
teknologi untuk komponen berkurang.
Pertumbuhan
ekonomi yang pesat di tahun 1988 membuat kebutuhan telekomunikasi melonjak secara drastis. Untuk
memenuhi kebutuhan telepon yang melonjak, disadari pemerintah perlunya perubahan
regulasi, yang kemudian membuahkan UU no. 3
tahun
1989 tentang pengertian telekomunikasi yang diperluas hingga mencakup alat pengiriman data seperti facsimile
dan telex, dan lain-lainnya.
Sebelum
lahirnya UU ini, Telkom dan Indosat disebut sebagai badan penyelenggara telekomunikasi yang menyediakan
seluruh jejaring dan layanan jasa. Dampak positif dari
berlakunya UU tersebut adalah mulai masuknya pihak-pihak swasta dengan modal yang besar, walaupun dalam
skala usaha yang terbatas.
Mereka
datang dengan membawa teknologi baru, tenaga ahli, manajemen yang baru. Ini semua kemudian menciptakan
iklim usaha yang baru dalam penyelenggaraan
telekomunikasi
di Indonesia. Dengan terlibatnya pihak asing dalam pengadaan dana, teknologi dan menejemen,
perkembangan teknologi telekomunikasi berkembang dengan
pesat. Hal ini terjadi sekitar tahun 1990-an dan dampaknya terlihat mulai tahun 1991 khususnya terlihat jelas
bahwa jangkauan telekomunikasi di Indonesia
menjadi
bertambah luas.
Perkembangan
teknologipun berkembang pesat, mulai dari pesawat telepon manual ke otomatis, dan dari analog menjadi
digital. Pada gilirannya perkembangan ini menuntut adanya pengaturan infrastruktur dan
standarisasi peralatan. Tak lama kemudian
masuklah
teknologi mobile-telecommunication.
Berkembanglah
pemakaian handphone yang bardampak tumbuhnya usaha-usaha yang tidak hanya menyediakan layanan
atau jejaring saja, melainkan juga membangun
pabrik-pabrik
dalam upaya pemenuhan kebutuhan akan kabel. Menarik untuk dicatat bahwa di era serbuan bisnis
telekomunikasi itu, ternyata kaidah dan aturan bisnis professional tidak sepenuhnya
diikuti.
Sementara
itu faktor politik tampaknya justru mengambil peranan penting. Kala itu terjadi campur tangan bisnis dari
“Keluarga Cendana” yang mengambil peranan
sebagai
mitra bisnis PT Telkom dan Indosat yang kemudian diikuti oleh krono-kroni mereka seperti Liem Sio Liong
melalui “Sinar Mas”- nya dan lain-lain. Di era emas telekomunikasi itu, tumbuh dorongan
kuat agar Bank Indonesia membuka pintunya
lebar-lebar
bagi pihak swasta asing.
Bahkan
mereka menginginkan adanya privatisasi Telkom dan Indosat dalam penyelenggaraannya. Dampak dari
dorongan ini mencuatnya pandangan bahwa
regulasi
yang ada sudah tidak memadai lagi. Di sekitar tahun 1996, mulailah disusun rencana untuk meninjau kembali UU
No. 3 tahun 1989.
Beberapa
hal yang diperhatikan dalam review ini adalah :
i.
Perkembangan teknologi tahun
1995-1996 itu berbeda sekali dengan di tahun
1990.
Ini terutama terjadi akibat konvergensi
teknologi, sebagai fungsi dari berbagai
jenis jasa berubah dan timbul jasa-jasa baru yang perlu diakomodasikan. Konvergensi
teknologi bahkan memungkinkan teknologi
dipadu
dengan broadcasting, sehingga timbullah telematika, teleinformatika, teknologi informasi dan lain-lain
yang menuntut kebijakan dan peraturan
yang baru.
ii.
Perkembangan teknologi informasi
dan broadcasting itu ternyata tidak hanya
berpengaruh pada masalah politik, dalam artian
berita, tetapi juga iklan yang sangat
berpengaruh dalamdunia bisnis. Lebih jauh lagi dengan Berkembangannya telebanking,
telekumunikasi sebelumnya
dilihat hanya sebagai public utility,
kini berubah menjad bisnis opportunity.
iii.
Globalisasi ekonomi menciptakan
suasana kompetisi yang semakin ketat. Ini
menuntut penyelenggaraan telekomunikasi
dengan kualitas layanan yang semakin
tinggi. Setelah satelit Palapa
mengorbit, jangkauan telekomunikasi
Indonesia
bisa meliputi seluruh nusantara, dan
bahkan
ke luar wilayah nusantara.
Satelit telekomunikas itu kemudian bisa dimanfaatkan bukan untuk telepon tetapi juga untuk berbagai
macam keperluan lain seperti, pengiriman facsimile, telex, dan pengiriman
berbagai informasi dalam bentuk lain
termasuk
broadcasting. Setelah
perkembangan itu semua terwujud, masyarakat
melihat
pentingnya peranan telekomunikasi bagi kehidupan suatu bangsa.
NUSANTARA 21
Perkembangan
satelit dipacu lebih lanjut dengan diresmikannya “Nusantara 21” (N21) oleh presiden RI pada tanggal 27
Desember 1996. Menggelindingnya N21 menjadi
masukan utama untuk pembentukan Tim
koordinasi Telematika Indonesia (TKTI)melalui Kepres No. 30 tahun 1997. Tugas TKTI menurut
Inpres No.6 tahun 2001 tentang
pengembangan dan Pendayagunaan Telematika di Indonesia adalah :
1.
Mengkoordinasikan perencanaan dan memelopori
program aksi dan inisiatif untuk
meningkatkan perkembangan dan pendayagunaan teknologi telematika Indonesia serta memfasilitasi dan
memantau pelaksanaannya,
2.
Memperkuat kemampuan menggalang sumber
daya yang ada di Indonesia guna
mendukung keberhasilan pelaksanaan semua arah pengembangan dan pendayagunaan teknologi telematika,
melaksanakan forum untuk membangun
consensus
antar pihak-pihak terkait di sector pemerintah dan swasta, serta akses mengakses pengalaman
internasional dalam mengembangkan sistem
infrastruktur
infomasi nasional.
Tim
ini diketuai oleh Menko Produksi Industri Strategis (Ginanjar Kartasasmita),
wakil ketua
Menparpostel, beranggotakan tujuh menteri departemen (Menkeu, Menhankam, Menpen, Mendagri,
Menperindag, Menaker, dan Mendikbud) serta lima menteri
negara (Mensesneg, Menristek, MenPAN, Menivest, Men-PPN). Visi N21 adalah menyediakan wahana
berbasis teknologi telekomunikasi dan
informatika
nasional di dalam proses transformasi bangsa Indonesia dari masyarakat tradisional (traditional society)
menjadi sebuah masyarakat yang berwawasan IPTEK dan
berbasis pengetahuan (knowledge based society). Konsep
N21 merupakan jawaban atas tantangan globalisasi komunikasi dan informasi berupa jaringan komunikasi terpadu.
N21 menggunakan kerangka pendekatan, antara
lain,
(a) Memanfaatkan semua teknologi yang dapat mendukung pembangunan di semua sektor; dan (b) membentuk
suatu jaringan maya informasi atau adi marga
informasi
(virtual information network atau anformation superhighway) yang menghubungkan seluruh pelosok tanah
air.
Dengan
dikembangkannya N21 maka pada tahun 2000 atau memasuki abad 21 seluruh kecamatan di Indonesia akan
mempunyai akses ke semua teknologi
komunikasi
dan computer (K-2) dalam suatu jaringan
terpadu yang didukung oleh 11 sistem
satelit komunikasi. Sekarang ini baru ada
tiga sistem satelit yang beroperasi,
yaitu
PSN dengan Palapa
1. telkom dengan Palapa B4 dan B 2R, dan satelindo dengan Palapa C 1 dan C 2. Pengembangan infrastruktur fiik
mengandung tiga kemungkinan penggunaan,
yaitu : (1) Adiguna Marga Kepulauan (Archipelagic Super Highway), (2) Kota Multimedia (Multimedia Cities); dan (3) Nusantara
Multimedia Community Acces
Centers ( Pusat Akses Masyarakat
Multimedia
Nusantara).
Tim
Koordinasi Telematika Nasional secara paripurna merumuskan cetk biru pengembangan telematika yang
mencakup tiga kelompok utama, yaitu infastruktur, aplikasi, dan sumber daya.
Infrastruktur
Menurut
Jonathan L.Parapak (Presiden komisaris PT.Indosat), perkembangan infrastruktur ini
dipengaruhi oleh banyak faktor, antara
lain kebijakan nasional sector telekomunikasi, regulasi sector, kondisi ekonomi makro, kemampuan para pelaku
nasional. Pada tatanan kebijakan patut dicatat beberapa
kemajuan yang sangat penting, antara lain diundangkannya UU tentang Telekomunikasi no. 36 tahun 1999
dan dikeluarkannya cetak biru kebijaksanaan
tentang
telekomunikasi di Indonesia tanggal 20 Juli 1999.
Pada
tatanan r egulasi
telah dicapai beberapa perkembangan penting antara lain dimungkinkannya pern swasta dan
masyarakat yang semakin tinggi dalam
pengembangan regulasi yang telah terwujud dalam
penetapan tariff dan interkoneksi
standard,
dan lain-lain. Pada tatanan penyelenggaraan kondisi monopoli dan duopoli yang masih menghambat peran swasta dan masyarakat lebih besar,
keadaan ekonomi yang
baru tumbuh sangat mempengaruhi daya beli masyarakat.
Dalam
kondisi ini, kelihatannya sasaran pembangunan infrastuktur baik dimarga informasi, multimedia city akan
mengalami penundaan. Namun demikian
perlu dicatat bahwa PT.Telkom telah berupaya
membangun lingkar-lingkar adimarga kepulauan dan infrastruktur
multimedia di Jakarta. Infrastruktur informasi telah maju selangkah dengan beroperasinya
satelit Telkom 1.
Salah
satu aspek yang penting adalah pemanfaatan secara optimal infrastruktur yang ada. Tampaknya perlu dikembangkan
kebijaksanaan baik pada tingkat pemerintah
maupun pada tingkat penyelenggaraan agar
investasi yang telah dilakukan dapat
termanfaatkan dengan berdaya guna dan berhasil
guna bagi berbagai komponen masyarakat, baik pendidikan,
layanan kesehatan, pemerintahan maupun kegiatan bisnis.
Aplikasi
Telematika
Aplikasi
telematika Indonesia terfokus pada pemberdayaan aparatur negara, pemerkayaan hidup masyarakat
(telemedik, telekarya, pendidikan), penciptaan daya saing bisnis
(perbankan,pos,pariwisata,manfaktur), pembangunan informasi dasar dan aplikasi telematika perlu dilihat dari
tatanan kebijakan, regulasi, dan penyelenggaraan yang
di manfaatkan masyarakat.
Dari
sudut pandang kebijakan tampaknya belum terasa perkembangan yang menonjol. Isu kelembagaan masih banyak
diperbincangkan, UU yang terkait dengan atau
tentang telematika (cyber law) masih jauh
dari harapan. Beberapa aspek regulasi yang
mendesak, misalnya pengaturan secure
transaction, public ke infrastructure
registration
authority, electronic
payment, certification authority masih belum
dilaksanakan.
Namun,
perhatian pada perlindungan hak kekayaan intelektual semakin tinggi dan upaya untuk memantapkan regulasi
semakin mendapat perhatian dari berbagai pihak. Di lapangan dapat dicatat perkembangan
yang menggembirakan dengan semakin
meluasnya homepage, berkembangnya aplikasi
seperti E-commerce, E-Banking, EBrokerage,
dan
lain lain.
Sektor
pemerintah nampaknya berkembang lamban karena kendala keuangan dan sumber daya manusia. Beberapa
kelompok usaha seperti PT. Telkom, Indosat, Lippo e
nett, nampaknya semakin giat untuk
mengejar ketertinggalan masyarakat kita di
bidang aplikasi.
Aplikasi seperti E-government, tele-education, telemedicine masih dalam taraf
mula yang perlu di dorong berbagai pihak.
Sumber Daya
Telematika
Dalam
bidang sumber daya , diarahkan pada pengembangan SDM, industri dalam negeri, hukum dan perdagangan,
serta kultur informasi. Secara umum dirasakan bahwa
SDM di dalam negeri belum memenuhi
harapan untuk berperan dalam pengembangan
teknologi yang
berubah begitu cepat.
Namun
demikian, cukup banyak pula SDM Indonesia di bidang telematika yang bekerja di luar negeri termasuk di
sentra-sentra keunggulan. Usaha berbagai pihak khusunya
sector swasta, nampaknya cukup menggembirakan antara lain dikembangkannya cyber campus seperti ITB, UPH, dan
lain-lain. Yang sangat memprihatinkan
adalah pengembangan industri
dalam negeri.
Walaupun
berbagi konsep telah cukup lama di bicarakan seperti Hightech Park di Bandung, Serpong dan lain-lain
sampai saat ini belum mencapai kemajuan berarti. Oleh karena itu perlu dikembangkan
kebijaksanaan nasional untuk mendorong
berkembangnya industri dalam negeri di bidang
telematika antara lain sistem insentif.
Dalam
mempromosikan visi N21, inisiasi perlu datang dari pemerintah. Namun secara bertahap dan interaktif, visi ini
perlu mengakomodasi kebutuhan yang khas dari
berbagai kelompok masyarakat maupun
departemen. Untuk itu keterlibatan berbagai
kelompokmasyarakat
dalam merumuskan dan mewujudkan program-program telematika perlu ditumbuhkembangkan secara
berangsur-angsur.
Hal
ini pada gilirannya akan membatasi peranan pemerintah, khususnya dalam hal
pengadaan dan
pengelolaan kandungan informasi. Control informasi dari pemerintah justru dipandang sebagai faktor penghambat
bagi upaya penyejahteraan masyarakat
melalui
jejaring telekomunikasi.
Peran Telematika
Berdasarkan
perkembangan telematika tersebut diatas, telematika di Indonesia memiliki tiga peran pokok, antara
lain :
1.
Mengoptimalkan
proses pembangunan. Telematika memberikan dukungan terhadap manajemen dan pelayanan
kepada masyarakat berupa sarana telekomunikasi
yang memuahkan masyarakat saling berinteraksi tanpa terhalang jarak. Dengan telematika,
proses komunikasi menjadi mudah sehingga
mudah pula untuk menyebarkan informasi dari satu daerah ke daerah lain.
2.
Meningkatkan Pendapatan.
Produk dan jasa teknologi telematika merupakan komoditas
yang memberikan peningkatan pendapatan bagi perseorangan, dunia usaha bahkan negara dalam bentuk devisa hasil ekspor jasa
dan produk industri
telematika.
3.
Pemersatu
bangsa. Teknologi telematika mampu menyatukan bangsa
melalui pengembangan sistem informasi yang
menghubungkan semua institusi dan
area
dengan cepat tanpa terhalang jarak daerah masing-masing.
Referensi :
- http://siraith.files.wordpress.com/2011/02/sejarah-telematika.pdf
Subscribe to:
Posts
(
Atom
)
No comments :
Post a Comment