Hukum Pada Dunia Maya
- Definisi
Cyber
Law adalah aspek hukum yang ruang lingkupnya meliputi setiap aspek
yang berhubungan dengan orang perorangan atau subyek hukum yang
menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada
saat mulai online dan memasuki dunia cyber atau maya. Cyberlaw dapat
juga di katakan hukum yang digunakan di dunia cyber (dunia maya),
yang umumnya diasosiasikan dengan Internet. Cyberlaw dibutuhkan
karena dasar atau fondasi dari hukum di banyak negara adalah "ruang
dan waktu". Sementara itu, Internet dan jaringan komputer
mendobrak batas ruang dan waktu ini .Cyber Law sendiri merupakan
istilah yang berasal dari Cyberspace Law.
- Ruang Lingkup
Menurut
Jonathan Rosenoer dalam Cyber Law – The Law Of Internet menyebutkan
ruang lingkup cyber law :
- Hak Cipta (Copy Right)
- Hak Merk (Trademark)
- Pencemaran nama baik (Defamation)
- Hate Speech
- Hacking, Viruses, Illegal Access
- Regulation Internet Resource
- Privacy
- Duty Care
- Criminal Liability
- Procedural Issues (Jurisdiction, Investigation, Evidence, etc)
- Electronic Contract
- Pornography
- Robbery
- Consumer Protection E-Commerce, E- Government
- Topik-Topik
Secara
garis besar ada lima topic dari cyberlaw di setiap negara yaitu:
- Information security, menyangkut masalah keotentikan pengirim atau penerima dan integritas dari pesan yang mengalir melalui internet. Dalam hal ini diatur masalah kerahasiaan dan keabsahan tanda tangan elektronik.
- On-line transaction, meliputi penawaran, jual-beli, pembayaran sampai pengiriman barang melalui internet.
- Right in electronic information, soal hak cipta dan hak-hak yang muncul bagi pengguna maupun penyedia content.
- Regulation information content, sejauh mana perangkat hukum mengatur content yang dialirkan melalui internet.
- Regulation on-line contact, tata karma dalam berkomunikasi dan berbisnis melalui internet termasuk perpajakan, retriksi eksport-import, kriminalitas dan yurisdiksi hukum.
- Asas-Asas
Dalam
kaitannya dengan penentuan hukum yang berlaku dikenal beberapa asas
yang biasa digunakan, yaitu :
- Subjective territoriality, yang menekankan bahwa keberlakuan hukum ditentukan berdasarkan tempat perbuatan dilakukan dan penyelesaian tindak pidananya dilakukan di negara lain.
- Objective territoriality, yang menyatakan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum dimana akibat utama perbuatan itu terjadi dan memberikan dampak yang sangat merugikan bagi negara yang bersangkutan.
- Nationality yang menentukan bahwa negara mempunyai jurisdiksi untuk menentukan hukum berdasarkan kewarganegaraan pelaku.
- Passive nationality yang menekankan jurisdiksi berdasarkan kewarganegaraan korban.
- Protective principle yang menyatakan berlakunya hukum didasarkan atas keinginan negara untuk melindungi kepentingan negara dari kejahatan yang dilakukan di luar wilayahnya, yang umumnya digunakan apabila korban adalah negara atau pemerintah,
- Universality. Asas ini selayaknya memperoleh perhatian khusus terkait dengan penanganan hukum kasus-kasus cyber. Asas ini disebut juga sebagai “universal interest jurisdiction”. Pada mulanya asas ini menentukan bahwa setiap negara berhak untuk menangkap dan menghukum para pelaku pembajakan. Asas ini kemudian diperluas sehingga mencakup pula kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against
humanity), misalnya penyiksaan, genosida, pembajakan udara dan lain-lain. Meskipun di masa mendatang asas jurisdiksi universal ini mungkin dikembangkan untuk internet piracy, seperti computer, cracking, carding, hacking and viruses, namun perlu dipertimbangkan bahwa penggunaan asas ini hanya diberlakukan untuk kejahatan sangat serius berdasarkan perkembangan dalam hukum internasional.
Oleh karena itu, untuk ruang cyber dibutuhkan suatu hukum baru yang menggunakan pendekatan yang berbeda dengan hukum yang dibuat berdasarkan batas-batas wilayah. Ruang cyber dapat diibaratkan sebagai suatu tempat yang hanya dibatasi oleh screens and passwords. Secara radikal, ruang cyber telah mengubah hubungan antara legally significant (online) phenomena and physical location.
- Council of Europe Convention on Cyber crime (Eropa)
Council
of Europe Convention on Cyber crime telah diselenggarakan pada
tanggal 23 November 2001 di kota Budapest, Hongaria. Konvensi ini
telah menyepakati bahwa Convention on Cybercrime dimasukkan dalam
European Treaty Series dengan Nomor 185. Konvensi ini akan berlaku
secara efektif setelah diratifikasi oleh minimal 5 (lima) negara,
termasuk paling tidak ratifikasi yang dilakukan oleh 3 (tiga) negara
anggota Council of Europe. Substansi konvensi mencakup area yang
cukup luas, bahkan mengandung kebijakan kriminal (criminal policy)
yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari cyber crime, baik
melalui undang-undang maupun kerjasama internasional.
Hal
ini dilakukan dengan penuh kesadaran sehubungan dengan semakin
meningkatnya intensitas digitalisasi, konvergensi, dan globalisasi
yang berkelanjutan dari teknologi informasi, yang menurut pengalaman
dapat juga digunakan untuk melakukan tindak pidana. Konvensi ini
dibentuk dengan pertimbangan-pertimbangan antara lain sebagai berikut
:
Pertama,
bahwa masyarakat internasional menyadari perlunya kerjasama antar
Negara dan Industri dalam memerangi kejahatan cyber dan adanya
kebutuhan untuk melindungi kepentingan yang sah dalam penggunaan dan
pengembangan teknologi informasi.
Kedua,
Konvensi saat ini diperlukan untuk meredam penyalahgunaan sistem,
jaringan dan data komputer untuk melakukan perbuatan kriminal. Hal
lain yang diperlukan adalah adanya kepastian dalam proses
penyelidikan dan penuntutan pada tingkat internasional dan domestik
melalui suatu mekanisme kerjasama internasional yang dapat dipercaya
dan cepat.
Ketiga,
saat ini sudah semakin nyata adanya kebutuhan untuk memastikan suatu
kesesuaian antara pelaksanaan penegakan hukum dan hak azasi manusia
sejalan dengan Konvensi Dewan Eropa untuk Perlindungan Hak Azasi
Manusia dan Kovenan Perserikatan Bangsa-Bangsa 1966 tentang Hak
Politik Dan sipil yang memberikan perlindungan kebebasan berpendapat
seperti hak berekspresi, yang mencakup kebebasan untuk mencari,
menerima, dan menyebarkan informasi/pendapat.
Konvensi
ini telah disepakati oleh Masyarakat Uni Eropa sebagai konvensi yang
terbuka untuk diakses oleh negara manapun di dunia. Hal ini
dimaksudkan untuk dijadikan norma dan instrumen Hukum Internasional
dalam mengatasi kejahatan cyber, tanpa mengurangi kesempatan setiap
individu untuk tetap dapat mengembangkan kreativitasnya dalam
pengembangan teknologi informasi.
- Computer Crime Act (Malaysia)
Cybercrime
merupakan suatu kegiatan yang dapat dihukum karena telah menggunakan
computer dalam jaringan internet yang merugikan dan menimbulkan
kerusakan pada jaringan computer internet, yaitu merusak property,
masuk tanpa izin, pencurian hak milik intelektual, pornografi,
pemalsuan data, pencurian penggelapan dana masyarakat.
Cyber
Law diasosiasikan dengan media internet yang merupakan aspek hukum
dengan ruang lingkup yang disetiap aspeknya berhubungan dnegan
manusia dengan memanfaatkan teknologi internet.
Sumber
:
- http://cipluk2bsi.wordpress.com/perkembangan-cyber-law-di-indonesia/ (Diakses tanggal 29 April 2014)
- http://bsi133d07-04.blogspot.sg/p/cyber-law.html (Diakses tanggal 29 April 2014)
- http://obyramadhani.wordpress.com/2010/04/14/council-of-europe-convention-on-cyber-crime-eropa/ (Diakses tanggal 4 Mei 2014)
- http://ictsleman.net/pustaka/informatika/file_hack/security/6_cyber_crime.pdf (Diakses tanggal 4 Mei 2014)
- http://arisandi21.wordpress.com/2012/12/04/80/ (Diakses tanggal 4 Mei 2014)
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
No comments :
Post a Comment